Ikro

0
337
Ilustrasi gambar Ikro

Portalmalang.com- Homo Sapiens, dalam sejarahnya untuk tetap survive melewati seleksi alam yang begitu ketat, telah menemukan bergbagai cara untuk itu. Banyak cara yang telah dilakukan, dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit dan kompleks. Pada umumnya, kita tahu bahwa pada tahap paling awal, untuk tetap survive, homo sapiens melakukan perburuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daging dari hewan buruan dimakan, kulitnya untuk pakaian, giginya untuk aksesoris, tulang dari hewan buruan itu jika besar bisa digunakan untuk senjata. Selanjutnya dalam tahap berikutnya homo sapiens menemukan cara baru untuk bertahan hidup dan tidak lagi hidup nomadeng, cara baru itu ditandai dengan revolusi pertanian, dan pada masanya nanti akan lahir revolusi industri yang dasarnya adalah karena adanya evolusi intelektual dari pada si-homo sapiens itu sendiri.

Apa dasar dari pada kemampuan homo sapiens itu, yang membuat mereka dapat mampu bertahan hingga sekarang, menjadi mahkluk yang paling banyak, dan hari-hari ini keberadaa mereka telah membuat bumi jadi sesak oleh jumlah mereka saja. Ya, jawabannya singkat dan sederhana saja, karena mereka pandai membaca. Homo sapiens merupakan spesies yang paling pandai membaca, mereka pandai membaca kejadian atau fenomena alam. Generasi pertama dari homo sapiens membaca alam dan kehidupan (yang berkembang menjadi kebudayaan), lalu mereka teks-kan, kemudian teks-teks itu diakses oleh generasi-generasi berikutnya. Teks awal itu lalu dikembangkan, setelah dipelajari. Dari kegiatan membaca itulah, para homo sapiens itu, mampu membentuk sebuah peradaban yang besar. Maka di dunia ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan, bila setiap peradaaban yang besar, pastilah peradaban yang melek literasinya sangat tinggi dan dalam.

Bagaimana tradisi literasi kita di Indonesia? Dan bagaimana implikasinya terhadap peradaban kita? Berdasarkan data hasil survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA), yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), hasil yang didapat menunjukan pringkat literasi Indonsia berada di peringkat ke-62 dari 70 negara. Hasil itu menempatkan Indonesia berada pada sepuluh besar negara dengan tingkat literasi paling rendah. Mencengangkan bukan. Terlepas dari apa-apa saja yang menyebabkan tingkat literasi masyarakat kita rendah, saya mau dengan cepat-cepat mengatakan, implilaski dari pada itu, adalah kenyataan hari ini, bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang konsumtif. Masyarakat kita hobinya nge-mall karena tingkat literasinya rendah. Gampang digiring oleh pasar. Jangankan masyarakat awamnya, masyarakat intelektualnya (mahasiswa) saja demikian.

Negara kita, Indonesia, jika kita analogikan dengan menggunakan tangga rantai makanan, maka tempatnya berada pada tangga kedua rantai makanan, yaitu konsumen. Sebagai konsumen, tentu saja tidak bisa memproduksi pangan sendiri, oleh sebab itu mau-tidak mau harus mengkosumsi pangan yang diproduksi oleh produsen. Gelobalisasi dengan sistem pasar bebasnya, seperti tidak mengenal negara. Bagi sistem kapitalisme, rasa-rasanya hanya keuntunganlah yang menjadi penting, tidak peduli dengan teritorial negara. Eksistensi suatu negara ditentukan dengan apakah ia menguasai pasar atau tidak. Negara yang menguasai pasar adalah produsennya dan negara-negara yang lain menjadi folloers saja, menjadi konsumen saja, dan hidupnya tergantung pada negara yang menguasai pasar itu, dan pada negara-negara penguasa pasar itu, tradisi literasinya sudah hidup sejak lama dan berakar pada masyarakatnya, sebut saja Prancis, Jerman Inggris dan Amerika, di asia sendiri ada Jepang dan Cina.

Harusnya negara kita bisa menjadi produsen, bukannya malah jadi konsumen, sebab sumber daya alam kita sangat mendukung itu. Tapi sayang beribu sayang masyarakat negara kita masyarakat yang konsumeristik. Mudah sekali opininya digiring oleh pasar. Mutu Sumber Daya Manusianya rendah. Menurut saya, itu karena kita tidak rajin membaca. Padahal Tuhan yang kita akui dengan cara menyimpannya pada dasar negara kita itu, pada poin pertama dari Pancasila itu, memerintahkan kepada kita untuk baca (ikro). Jika kita patuh pada perintah itu, saya kira pasti kita bisa menjadi negara yang hebat.

 “Ikro,” demikian perintah Allah kepada nabi besar umat muslim, Muhamad, salam kepadanya, melalui malaikat Jibril. Perintah ini kemudian diteruskan oleh nabi Muhamad kepada umatnya. Bisa dibayangkan, bahwa betapa pentingnya budaya membaca, sampai-sampai Allah sendiri secara khusus memerintahkan kepada umat manusia untuk membaca. Dalam tradisi yang lain, jauh sebelum kelahiran nabi Muhamad, yaitu Yudaisme-Kristiani, tradisi literasi (baca-tulis/melek literasi) sangat dihormati oleh komunitas-komunitas itu. Misalnya orang Yahudi, yang tradisi literasinya dimulai sejak jaman nabi Musa, yang mulai sejak itu taradisi membaca-menulis dan menafsirkan taks sauci itu menjadi dasar penting untuk membangun peradaban Yudaisme. Kita semua disini tahu bahwa orang-orang Yahudi, dalam sejara panjang kehidupan mereka di dunia ini, mengalami berbagai macam cobaan, yaitu pembuangan dan penganiayaan. Dalam Alkitab, tercatat sejak pembebasan umat Israel dari perbudakan Bangsa Mesir, mereka masi mengalami pembuangan dan perbudakan lagi, sampai yang terakhir pada tahun 70 Masehi Jendral Titus menghancurkan kotas Yerusalem rata dengan tanah dan orang Yahudi tercecer kemana-mana. Pada perang dunia pertama dan kedua orang Yahudi di buruh dan dibunuh oleh Nazi dengan begitu hebatnya.

Tetapi pada penghabisan perang dunia itu bangsa Yahudi tampil untuk kesekian kalinya membentuk sebuah nation. Mereka pulang kerumah mereka kembali dan menghidupkan kembali tradisi Yudaisme. Apa yang membuat semua itu dapat terjadi, apa yang membuat bangsa Yahudi itu tampak sedemikian kuatnya, walaupun sedemikian dihantam oleh badai kehidupan yang dasyat itu, tetapi masi tetap kokoh berdiri. Kita mungkin akan cepat-cepat bilang bahwa itu takdir dari Allah, itu mungkin benar, tapi satu hal yang pasti, Ya saudara-saudara, semua itu karena kuatnya tradisi literasi dalam tradisi mereka. Tradisi membaca-menulis dan menafsir kitab dalam bahasa mereka sendiri, itulah yang membuat bangsa ini sedemikian kuatnya. Satu-satunya bangsa yang bahsa aslinya dari jaman purba sampai sekarang masih terus eksis adalah bahasa Ibrani dan bahasa Aramaik (bahasa yang dipakai oleh Abraham dan Nabi Musa), ini berbeda dengan bagsa-bangsa lain yang bahasa aslinya hilang karena pergeseran jaman. Itu karena dokumen-dokumen berupa karya sastra, tafsir kitab suci yang ditinggalkan dalam bentuk tulisan. Jadi bisalah kita lihat bahwa betapa pentingnya tradisi literasi itu bagi umat manusia.

Peradaban besar seperti Yunani-Romawi yang pernah menguasai dunia ini, yang pernah mengenggam dunia ini dalam kepalan tangan peradaban mereka. Ya peradaban mereka dimulai dengan pertama-tama menghidupkan taradisi literasi. Kedua peradaban besar itu, sangat menghormati buku dan perpustakaan, karena diangapnya itulah grondslag atau dasar dari peradaban manusia. Maka itu tidak heran tradisi literasi itu, sangat hidup, sangat dihormti disetiap negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika. Terakhir, saya mau bilang, kita sering sekali menyebut bangsa-bangsa barat itu kafir, ya karena di sana ateisme cukup subur ya tumbuhnya. Tapi saya heran kenapa mereka lebih patuh kepada Allah yang memerintah umat manusia untuk membaca dari pada kita yang ngaku-ngaku umat Allah yang setia ini, yang mengaku bahwa kita ini bagsa relegius. Kalau begitu, siapa sekarang yang kafir? Kita atau mereka?

*)Oleh: Fenasio Deyesus, Asal Intansi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi portalmalang.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here